Kelompok Konservasi Penyu Mino Raharjo adalah lembaga pelestari lingkungan dibawah naungan Pokdarwis Pantai Goa Cemara yang menangani penyelamatan penyu khususnya di zona pendaratan migrasi Dusun Patihan, Gadingsari, Sanden, Bantul, D I Yogyakarta.
Kawasan ini menjadi sangat eksklusif karena secara morfologi merupakan pantai dengan bentang gumuk pasir yang tercipta dari gunung Merapi yang secara aktif mengirimkan pasir melalui aliran Sungai Opak dan Sungai Progo.
Pantai Goa Cemara persis berada di tengah, sehingga mempunyai tekstur pasir lebih tebal, stabil, dan tidak bercampur dengan batuan karang ataupun tanah. Dari 14,5 KM bentang pantai Bantul, kawasan ini menjadi zona inti konservasi.
Sejarah Konservasi Penyu
Berawal dari keprihatinan terhadap populasi penyu hijau ( Green Sea Turtle atau Chelonia mydas ) di pantai selatan yang terdesak dari berbagai faktor. Mino Raharjo membentuk team untuk mengawasi perkembangan penyu hijau dan terutama mengamankan penyu dari ancaman perburuan.
Penyu yang secara periodik merapat ke pantai selatan ketika bertelur sangatlah riskan. Bukan saja karena pergerakannya yang lambat di darat. Namun juga posisi ketika masuk bibir pantai rata-rata adalah penyu betina yang notabene dalam keadaan membawa puluhan telur dalam perutnya.
Banyak sekali ancaman terhadap populasi penyu di pantai selatan. Kebanyakan adalah karena kelalaian manusia yang tidak lagi memperhatikan lingkungan. Akibatnya kerusakan alam pelan tapi pasti terjadi semakin parah dan justru akan mengancam kelangsungan peradaban manusia itu sendiri.
Global warming, abrasi air laut, penggundulan hutan adalah contoh kecil dari kecerobohan manusia yang telah lupa bahwa alam merupakan komponen utama dalam kehidupan. Akibat kerusakan lingkungan yang semakin parah, maka berbagai satwa langka pun akan punah secara perlahan.
Konsep Kelestarian Penyu
Perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak yang bersinggungan langsung maupun tidak langsung dengan alam untuk mulai memperhatikan dan melestarikan alam sekitar. Pantai Goa Cemara Patihan menyimpan berbagai potensi keindahan alam dan satwa langka. Penyu, cemara udang, maupun flora dan fauna lainnya. Perlu dibentuk suatu gerakan pemuda yang mempelopori gerakan penyelamatan lingkungan hidup.
Latar Belakang Konservasi Penyu Goa Cemara
Kegiatan konservasi yang dilakukan rekan-rekan anggota nelayan pantai Goa Cemara, berawal dari kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Setelah melihat begitu langkanya penyu hijau di kawasan pantai yang tak lain disebabkan oleh tingkah manusia sendiri, sehingga semua sepakat untuk berbuat sesuatu yang mendukung kelestarian penyu hijau.
Kesadaran tersebut diwujudkan dalam kegiatan kongkrit, yaitu memulai kegiatan pelestarian penyu hijau di kawasan sekitar pantai Goa Cemara. Dimana kawasan tersebut dipandang tepat untuk dijadikan pusat konsentrasi kegiatan seiring berkembangnya obyek wisata pantai Goa Cemara.
Sekilas Tentang Penyu di Goa Cemara
Dahulu berbagai macam penyu bisa ditemukan ketika musim migrasi. Antara bulan Mei sampai September. Penyu Hijau, Penyu Belimbing, Penyu Abu-abu dan lain-lain. Hampir setiap minggu selalu ada penyu mendarat untuk bertelur ketika musim migrasi.
Pelopor konservasi penyu di Pantai Goa Cemara, Pak Bagyo dan Mas Timan menuturkan, saat ini populasi sudah sangat turun, dan hanya penyu hijau saja yang masih dapat ditemui di pantai Goa Cemara.
Konservasi disini pun selalu mengalami penurunan jumlah pada tiap tahunnya. Tak jarang pula ditemukan penyu dewasa mati di pinggiran pesisir karena terjerat tali sampah atau terluka.
Penangkaran Penyu
Proses penangkaran penyu di balai konservasi diawali dengan penyelamatan telur ketika musim migrasi. Telur-telur penyu memang harus segera diambil untuk menghindari perburuan manusia dan hewan predator. Juga untuk menghindari mati tukik karena terpendam atau kepanasan ketika menetas. Pada saat menetas ini pula kondisi riskan dari tukik penyu rentan diendus hewan liar, burung pemangsa, atau mati terjemur. Sampah di lautan yang semakin banyak juga berakibat fatal jika menimbun sarang telur penyu.
Pemindahan telur penyu mutlak diperlukan untuk menjamin jumlah tetas dan menjaga kehidupan tukik. Rata-rata satu sarang telur penyu berisi antara 50 sampai 130 butir tergantung besaran dan umur induk penyu. Telur penyu dieram dalam pasir di penangkaran selama kurang lebih 50 hari.
Pada usia minimal 3 hari baru tukik penyu bisa dilepaskan kembali ke lautan. Usia pelepasan tukik tergantung dari perkiraan daya tahan tukik, kemampuan makan, dan kondisi cuaca saat itu.
Jika tukik terlalu lama dalam penangkaran karena berbagai hal, kemampuan berburu akan menurun. Hal ini karena kebiasaan tukik dalam penangkaran yang selalu terjamin makanannya, kurang melatih agresifitas penyu. Penyu dewasa dengan usia sekitar 18 bulan bisa menghabiskan setengah kilo ikan dalam sehari.
Karena menjaga kelestarian penyu tidak sebatas hanya melakukan penyelamatan induknya saja ketika terdampar di tepian pantai. Lebih dari itu, hingga perawatan bila ternyata ditemukan dalam kondisi sakit serta melakukan penetasan telur penyu hingga menjadi tukik. Sehingga ketika dilepas ke alam bebas satwa dilindungi itu terhindar dari ancaman hewan pemangsa.